Kamis, 21 Mei 2009

Dilemma : Beritahu atau Tidak (Penyakitnya) - bag 3 (beres)


Beritahukankah? bag 3

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


ketika mendengar kedua cerita itu, saya tidak pernah mengira akan bertemu dengan pasien kanker liver, bertemu bukan sebagai hubungan dokter pasien, tapi sebagai teman, atau selayaknya saudara.


hingga suatu saat.. ketika saya harus menunggui paman saya dirumah sakit khusus kanker.


Saya bertemu ibu yang suaminya dirawat karena kanker liver, satu-satunya orang yg memakai jilbab di rumah sakit itu, dari segelintir orang muslim disana. ketika baru bertemu, saya bertanya padanya "siapa yg sakit bu?", "suami saya" balasnya, "ooh sakit apa" lanjut saya, diapun menjawab "kanker liver, alhamdulillah sudah membaik", dalam hati, saya berkata "kanker liver, tentu saya tahu "apa artinya", tapi ketika mendengar "alhamdulillah sudah membaik" saya diam dan teringat cerita kodok tadi, saya percaya mungkin saja suami ibu ini akan menjadi satu-satunya kodok yang naik ke puncak, dan tentu saja saya tidak mau menjadi kodok-kodok yang meneriaki peserta lomba itu, kenapa, karena saat itu saya bukan dokter, saya hanya teman ibu itu, yang berbagi kesedihan dan harapan. Harapan untuk kesembuhan. walaupun sebenarnya saya tahu apa "arti" harapan itu.


Sebagai satu-satunya orang sebangsa, sesuku dan se-iman yang saya kenal dekat dinegara itu (tentunya disamping paman saya). saya sungguh berharap suami ibu itu sembuh. walaupun ingin sekali saya ceritakan apa yang diceritakan dekan saya kepadanya, tapi saya berfikir, ah apakah itu tidak menghancurkan harapannya, lalu saya terdiam.


Beberapa hari kemudian, ketika dalam perjalanan menemani ibu itu membeli souvenir, karena beliau dan suaminya akan pulang, kenapa ? sembuhkah ? ternyata tidak, dokter menyatakan sudah "angkat tangan", ternyata sebelumnya juga dokter pernah bilang seperti itu, tapi ibu itu tidak menyerah, dan berkata kepada dokter itu untuk jangan menyerah. tapi sekarang sepertinya semua pengobatan sudah dicoba dan hasilnya tidak sesuai harapan.


Pada ibu itu saya lihat kekecewaan tapi tidak saya lihat keputusaan, saya lihat optimisme bahwa suaminya akan sembuh -walaupun bukan disini-, saya lihat semangatnya.


Pada saat itulah saya bercerita, tentang cerita dekan saya -cerita yang benar-benar merubah paradigma saya, apa itu sembuh, apa itu sakit-, saya bercerita tentang kesembuhan yang bukan hanya terbebas dari penyakit, tapi menerima bahwa dia sakit dan tidak putus asa untuk itu juga disebut sembuh,tentang terbebas dari nyeri itu juga sembuh, tentang bisa beraktivitas tanpa bantuan orang itu juga sembuh.

Mendekatkan diri kepada yg Maha Memiliki dan ikhlas menerima apa yang ada itu juga disebut sembuh....


lalu kami terdiam.....


Tidak lepas optimisme dari ibu itu bahwa suaminya akan sembuh, beliau juga memutuskan bahwa tidak perlu memberitahu suaminya mengenai penyakitnya, saya setuju, karena saya berharap, sungguh berharap, suaminya adalah "satu-satunya kodok yang mencapai puncak" saya sungguh berharap bahwa suaminya sembuh,


Lalu dua bulan kemudian,,,

jam 8.30 pagi ketika makan pagi dan melakukan rutinitas sebagai koass. HP saya berdering. kring..kring..
"ini naufal?", "iya" jawab saya, lalu ibu itu berkata :
"suami saya sudah meninggal hari jumat kemarin"
Innalillahi wa innalillahi raji'un



3 komentar:

  1. bag 3?? bag 1 dan 2 nya mana emang?

    btw, blog km makin seru aja.. keep on writing bro! :)

    BalasHapus
  2. dalam penyelesaian..
    nih aku kasih bag 1, bagian 2nya nyusul

    BalasHapus